BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Bangsa
Arab di zaman dahulu memiliki kebiasaan menjadikan kejadian besar yang ada
sebagai patokan penanggalan. Peristiwa penyerangan pasukan Gajah pimpinan
Abrahah yang berniat menghancurkan Kabah di kota Mekah, dianggap sebagai sebuah
peristiwa besar yang layak dijadikan patokan penanggalan. Di tahun pertama
penanggalan Gajah ini, di kota Mekah dan di tengah keluarga Abdul Mutthalib,
lahir seorang bayi yang kelak akan mengubah perjalanan sejalah manusia. Dialah
Muhammad putra Abdullah bin Abdul Mutthalib.
Kelahiran
bayi ini disambut dengan suka cita oleh keluarga bani Hasyim. Di negeri Persia,
kelahiran Muhammad bin Abdillah memadamkan api keramat yang selama seribu tahun
tidak padam. Kelahiran Muhammad juga menggoyahkan sendi-sendi istana kaisar
Rumawi. Muhammad lahir dengan membawa janji risalah terakhir dari Allah untuk
umat manusia. Agama Islam adalah agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
saw. dan merupakan agama yang terakhir dan satu-satunya diakui oleh Allah swt.
Agama
islam ini sebagai pengganti agama-agama pendahulunya seperti Agama Nasrani yang
dibawa olah Nabi Isa as. Agama terakhir ini pun sebagai agama penyempurna dari
agama-agama pendahulunya. Agama islam diturunkan di Makkah karena pada saat itu
Makkah merupakan tempat kaum Jahiliyah
yang hidup dalam kesesatan. Untuk menghilangkan kesesatan tersebut Islam datang
dengan ajaran-ajaran Ilahiyah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw. Ajaran
islam tidak hanya tentang ketuhanan saja namun sampai kepada ajaran tentang
persamaan hak manusia. Tetapi ajaran Islam tersebut menuai penolakan yang silih
berganti dari kaum kafir Quraisy sebagai penduduk mayoritas Makkah saat itu.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Riwayat Nabi Muhammad
Muhammad
bin Abdullāh adalah pembawa ajaran
Islam, dan diyakini oleh umat Muslim sebagai nabi dan (Rasul) yang terakhir.
Menurut sirah (biografi) yang tercatat tentang Muhammad, ia disebutkan lahir
sekitar 20 April 570/ 571, di Mekkah (Makkah) dan wafat pada 8 Juni 632 di
Madinah pada usia 63 tahun. Kedua kota tersebut terletak di daerah Hejaz (Arab
Saudi saat ini). Beliau haram digambarkan dalam bentuk patung ataupun gambar
ilustrasi.
Michael
H. Hart dalam bukunya The 100 menilai Muhammad sebagai tokoh paling berpengaruh
sepanjang sejarah manusia. Menurut Hart, Muhammad adalah satu-satunya orang
yang berhasil meraih keberhasilan luar biasa baik dalam hal spiritual maupun
kemasyarakatan. Hart mencatat bahwa Muhammad mampu mengelola bangsa yang
awalnya egoistis, barbar, terbelakang dan terpecah belah oleh sentimen
kesukuan, menjadi bangsa yang maju dalam bidang ekonomi, kebudayaan dan
kemiliteran dan bahkan sanggup mengalahkan pasukan Romawi yang saat itu
merupakan kekuatan militer terdepan di dunia di dalam pertempuran.[1]
"Muhammad"
secara bahasa berasal dari akar kata semitik 'H-M-D' yang dalam bahasa Arab
berarti "dia yang terpuji". Selain itu di dalam salah satu ayat
Al-Qur'an[2],
Muhammad dipanggil dengan nama "Ahmad" (أحمد), yang dalam bahasa Arab juga berarti
"terpuji".
Sebelum
masa kenabian, Muhammad mendapatkan dua julukan dari suku Quraisy (suku
terbesar di mekkah yang juga suku dari Muhammad) yaitu Al-Amin yang artinya
"orang yang dapat dipercaya" dan As-Saadiq yang artinya "yang
benar". Setelah masa kenabian para sahabatnya memanggilnya dengan gelar
Rasul Allāh (رسول الله), kemudian menambahkan kalimat Shalallaahu 'Alayhi Wasallam (صلى الله عليه و سلم, yang berarti "semoga Allah memberi kebahagiaan dan
keselamatan kepadanya"; sering disingkat "S.A.W" atau
"SAW") setelah namanya. Muhammad juga mendapatkan julukan Abu
al-Qasim yang berarti "bapak Qasim", karena Muhammad pernah memiliki
anak lelaki yang bernama Qasim, tetapi ia meninggal dunia sebelum mencapai usia
dewasa.
Silsilah
Muhammad dari kedua orang tuanya kembali ke Kilab bin Murrah bin Ka'b bin Lu'ay
bin Ghalib bin Fihr (Quraish) bin Malik bin an-Nadr (Qais) bin Kinanah bin
Khuzaimah bin Mudrikah (Amir) bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma`ad bin
Adnan.[3]
Adnan merupakan keturunan laki-laki ke tujuh dari Ismail bin Ibrahim, yaitu
keturunan Sam bin Nuh. Muhammad lahir di hari Senin, 12 Rabi’ul Awal tahun 571
Masehi (lebih dikenal sebagai Tahun Gajah).
Lebih
lengkap silsilahnya dari Muhammad hingga Adam adalah, Muhammad bin Abdullah bin
Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin
Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr (Quraisy) bin Malik bin Nadhr bin Kinanah
bin Khuzayma bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan
bin Udad bin al-Muqawwam bin Nahur bin Tayrah bin Ya'rub bin Yasyjub bin Nabit
bin Ismail bin Ibrahim bin Tarih (Azar) bin Nahur bin Saru’ bin Ra’u bin Falikh
bin Aybir bin Syalikh bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh bin Lamikh bin Mutusyalikh
bin Akhnukh bin Yarda bin Mahlil bin Qinan bin Yanish bin Syits bin Adam.
Para
penulis sirah (biografi) Muhammad pada umumnya sepakat bahwa ia lahir pada
Tahun Gajah, yaitu tahun 570 M, yang merupakan tahun gagalnya Abrahah menyerang
Mekkah. Muhammad lahir di kota Mekkah, di bagian Selatan Jazirah Arab, suatu
tempat yang ketika itu merupakan daerah paling terbelakang di dunia, jauh dari
pusat perdagangan, seni, maupun ilmu pengetahuan. Ayahnya, Abdullah, meninggal
dalam perjalanan dagang di Madinah, yang ketika itu bernama Yastrib, ketika
Muhammad masih dalam kandungan. Ia meninggalkan harta lima ekor unta, sekawanan
biri-biri dan seorang budak perempuan bernama Ummu Aiman yang kemudian mengasuh
Nabi.[4]
Pada
saat Muhammad berusia enam tahun, ibunya Aminah binti Wahab mengajaknya ke
Yatsrib (sekarang Madinah) untuk mengunjungi keluarganya serta mengunjungi
makam ayahnya. Namun dalam perjalanan pulang, ibunya jatuh sakit. Setelah
beberapa hari, Aminah meninggal dunia di Abwa' yang terletak tidak jauh dari
Yatsrib, dan dikuburkan di sana. Setelah ibunya meninggal, Muhammad dijaga oleh
kakeknya, 'Abd al-Muththalib. Setelah kakeknya meninggal, ia dijaga oleh
pamannya, Abu Thalib. Ketika inilah ia diminta menggembala kambing-kambingnya
di sekitar Mekkah dan kerap menemani pamannya dalam urusan dagangnya ke negeri
Syam (Suriah, Lebanon, dan Palestina).
Hampir
semua ahli hadits dan sejarawan sepakat bahwa Muhammad lahir di bulan
Rabiulawal, kendati mereka berbeda pendapat tentang tanggalnya. Di kalangan
Syi'ah, sesuai dengan arahan para Imam yang merupakan keturunan langsung
Muhammad, meyakini bahwa ia lahir pada hari Jumat, 17 Rabiulawal; sedangkan
kalangan Sunni percaya bahwa ia lahir pada hari Senin, 12 Rabiulawal (2 Agustus
570 M).
B.
Fisik dan
ciri-ciri Nabi Muhammad
Sosok
Muhammad digambarkan oleh salah satu istinya Aisyah, sepupunya Ali bin Abi
Thalib, para sahabatnya, serta orang terakhir yang masih hidup yang kala itu
sempat melihat sosoknya secara langsung, yaitu Abu Taufik adalah rambut ikal
berwarna sedikit kemerahan terurai hingga bahu.[5]
Kulit putih kemerah-merahan, wajah cenderung bulat dengan mata hitam dan bulu
mata panjang. Tidak berkumis dan berjanggut sepanjang sekepalan telapak
tangannya. Tulang kepala besar dan bahu lebar. Berperawakan sedang dan atletis.
Jemari tangan dan kaki tebal dan lentik memanjang.
Langkahnya
cenderung cepat dan tidak pernah menancapkan kedua telapak kaki dan dengan
langkah yang cepat dan pasti. Muhammad dicirikan sangat unik oleh para
sahabatnya. Muhammad digambarkan sebagai orang yang berkulit putih dan berjenggot
hitam dengan uban. Dalam hadits lain diterangkan mengenai corak fisik Muhammad,
yaitu ia bertubuh sedang, kulitnya berwarna cerah tidak terlalu putih dan tidak
pula hitam. Rambutnya berombak. Ketika Muhammad wafat uban yang tumbuh di
rambut dan janggutnya masih sedikit.
Ali
menambahkan bahwa Muhammad memiliki rambut lurus sedikit berombak. Tidak gemuk
dan tidak terlalu besar, berperawak baik dan tegak. Warna kulit cerah, matanya
hitam dengan bulu mata yang panjang. Persendian tulang yang kuat dada, tangan
dan kakinya kekar. Tidak memiliki bulu yang tebal tetapi hanya tipis dari dada
sampai pusarnya. Jika berbicara dengan seseorang, maka ia akan menghadapkan
wajahnya keorang tersebut dengan penuh perhatian. Di antara bahunya ada tanda
kenabian. Muhammad orang yang baik hatinya dan paling jujur, orang yang paling
dirindukan dan sebaik-baiknya keturunan. Siapa saja yang mendekati dan bergaul
dengannya maka akan langsung merasa terhormat, khidmat, menghargai dan
mencintainya.
Hidungnya
agak melengkung dan mengkilap jika terkena cahaya serta tampak agak menonjol
jika pertama kali melihatnya padahal sebenarnya tidak. Berjanggut tipis tapi
penuh rata sampai pipi. Mulutnya sedang, giginya putih cemerlang dan agak
renggang. Pundaknya bagus dan kokoh, seperti dicor perak. Anggota tubuh lainnya
normal dan proporsional. Dada dan pinggangnya seimbang dengan ukurannya. Tulang
belikatnya cukup lebar, bagian-bagian tubuhnya tidak tertutup bulu lebat,
bersih dan bercahaya. Kecuali bulu halus yang tumbuh dari dada hingga pusar.
Lengan
dan dada bagian atas berbulu. Pergelangan tangannya cukup panjang, telapak
tangannya agak lebar serta tangan dan kakinya berisi, jari-jari tangan dan kaki
cukup langsing. Jika berjalan agak condong kedepan melangkah dengan anggun
serta berjalan dengan cepat dan sering melihat kebawah dari pada keatas. Jika
berhadapan dengan orang maka ia memandang orang itu dengan penuh perhatian dan
tidak pernah melototi seseorang dan pandangannya menyejukkan. Selalu berjalan
agak dibelakang, terutama jika saat melakukan perjalanan jarak jauh dan ia
selalu menyapa orang lain terlebih dahulu.
Dari
kisah Jabir bin Samurah meriwayatkan bahwa Muhammad memiliki mulut yang agak
lebar, di matanya terlihat juga garis-garis merahnya, serta tumitnya langsing.
Jabir (ra) juga meriwayatkan bahwa ia berkesempatan melihat Muhammad di bawah
sinar rembulan, ia juga memperhatikan pula rembulan tersebut, baginya Muhammad
lebih indah dari rembulan tersebut.
Abu
Ishaq mengemukakan bahwa, Bara’a bin Aazib pernah berkata, bahwa rona Muhammad
lebih mirip purnama yang cerah. Abu Hurairah mengatakan bahwa Muhammad
sangatlah rupawan, seperti dibentuk dari perak. Rambutnya cenderung berombak
dan Abu Hurairah belum pernah melihat orang yang lebih baik dari dan lebih
tampan dari Muhammad, rona mukanya secemerlang matahari dan tidak pernah
melihat orang yang secepatnya. Seolah-olah tanah digulung oleh langkah-langkah
Muhammad jika sedang berjalan. Dikatakan jika Abu Hurairah dan yang lainnya
berusaha mengimbangi jalannya Muhammad dan nampak ia seperti berjalan santai
saja.
C. Bertemu dan menikah dengan Khadijah
Ketika
Muhammad mencapai usia remaja dan berkembang menjadi seorang yang dewasa, ia
mulai mempelajari ilmu bela diri dan memanah, begitupula dengan ilmu untuk
menambah keterampilannya dalam berdagang. Perdagangan menjadi hal yang umum
dilakukan dan dianggap sebagai salah satu pendapatan yang stabil. Muhammad
sering menemani pamannya berdagang ke arah Utara dan kabar tentang kejujuran
dan sifatnya yang dapat dipercaya menyebar luas dengan cepat, membuatnya banyak
dipercaya sebagai agen penjual perantara barang dagangan penduduk Mekkah.
Salah
seseorang yang mendengar tentang kabar adanya anak muda yang bersifat jujur dan
dapat dipercaya dalam berdagang dengan adalah seorang janda yang bernama
Khadijah. Ia adalah seseorang yang memiliki status tinggi di kalangan suku
Arab. Sebagai seorang pedagang, ia juga sering mengirim barang dagangan ke
berbagai pelosok daerah di tanah Arab. Reputasi Muhammad membuat Khadijah
memercayakannya untuk mengatur barang dagangan Khadijah, Muhammad dijanjikan
olehnya akan dibayar dua kali lipat dan Khadijah sangat terkesan ketika
sekembalinya Muhammad membawakan hasil berdagang yang lebih dari biasanya.
Seiring
waktu akhirnya Muhammad pun jatuh cinta kepada Khadijah, mereka menikah pada
saat Muhammad berusia 25 tahun. Saat itu Khadijah telah berusia mendekati umur
40 tahun, namun ia masih memiliki kecantikan yang dapat menawan Muhammad.
Perbedaan umur yang jauh dan status janda yang dimiliki oleh Khadijah tidak
menjadi halangan bagi mereka, walaupun pada saat itu suku Quraisy memiliki
budaya yang lebih menekankan kepada perkawinan dengan seorang gadis ketimbang
janda. Meskipun kekayaan mereka semakin bertambah, Muhammad tetap hidup sebagai
orang yang sederhana, ia lebih memilih untuk menggunakan hartanya untuk hal-hal
yang lebih penting.
Kemudian
perkawinan itu berlangsung dengan diwakili oleh paman Khadijah, Umar
bin Asad, sebab
Khuwailid ayahnya sudah meninggal sebelum
Perang Fijar. Hal
ini dengan sendirinya telah membantah apa yang biasa dikatakan, bahwa
ayahnya ada tapi tidak menyetujui perkawinan itu dan bahwa
Khadijah telah memberikan minuman keras sehingga ia mabuk dan dengan
begitu perkawinannya dengan Muhammad kemudian dilangsungkan.
Di sinilah dimulainya lembaran baru dalam
kehidupan Muhammad. Dimulainya kehidupan itu sebagai suami-isteri
dan ibu-bapa, suami-isten yang
harmonis dan sedap dari kedua
belah pihak, dan sebagai ibu-bapa yang telah merasakan pedihnya kehilangan anak sebagaimana pernah dialami
Muhammad yang telah kehilangan ibu-bapa semasa ia masih kecil.
D. Perbaikan Ka’bah
Pergaulan
Muhammad dengan penduduk Mekah tidak terputus, juga partisipasinya dalam
kehidupan masyarakat hari-hari.
Pada waktu itu masyarakat sedang sibuk karena bencana banjir besar yang turun
dari gunung, pernah
menimpa dan meretakkan dinding-dinding Ka'bah yang
memang sudah rapuk. Sebelum itupun pihak
Quraisy memang sudah memikirkannya. Tempat yang tidak beratap
itu menjadi sasaran pencuri mengambil
barang-barang berharga
di dalamnya. Hanya saja Quraisy
merasa takut; kalau bangunannya
diperkuat, pintunya ditinggikan
dan diberi beratap, dewa
Ka'bah yang suci itu akan menurunkan bencana kepada mereka.
Sepanjang zaman Jahiliah
keadaan mereka diliputi oleh
berbagai macam legenda
yang mengancam barangsiapa
yang berani mengadakan sesuatu
perubahan.
Dengan
demikian perbuatan itu dianggap tidak umum. Tetapi sesudah mengalami bencana banjir tindakan
demikian itu adalah suatu keharusan, walaupun masih serba takut-takut
dan ragu-ragu. Suatu peristiwa
kebetulan telah terjadi sebuah kapal milik seorang
pedagang Rumawi bernama Baqum2 yang dating dari Mesir
terhempas di laut dan pecah. Sebenarnya Baqum ini seorang ahli
bangunan yang mengetahui
juga soal-soal perdagangan. Sesudah
Quraisy mengetahui hal
ini, maka berangkatlah
al-Walid bin'al-Mughira dengan beberapa orang dari Quraisy ke Jedah. Kapal itu dibelinya dari pemiliknya, yang sekalian
diajaknya berunding supaya sama-sama datang ke
Mekah guna membantu mereka membangun
Ka'bah kembali.
Baqum
menyetujui permintaan itu. Pada waktu itu di Mekah ada seorang Kopti
yang mempunyai keahlian sebagai tukang kayu. Persetujuan tercapai bahwa
diapun akan bekerja dengan
mendapat bantuan Baqum.
Sudut-sudut Ka'bah itu oleh Quraisy dibagi empat bagian tiap kabilah
mendapat satu sudut yang harus dirombak
dan dibangun kembali. Sebelum
bertindak melakukan perombakan itu mereka masih ragu-ragu,
kuatir akan mendapat
bencana. Kemudian al-Walid bin'l-Mughira
tampil ke depan
dengan sedikit takut-takut.
Setelah ia berdoa kepada
dewa-dewanya mulai ia merombak bagian
sudut selatan.3 Tinggal
lagi orang menunggu-nunggu
apa yang akan dilakukan Tuhan nanti terhadap al-Walid. Tetapi
setelah ternyata sampai
pagi tak terjadi apa-apa, merekapun ramai-ramai
merombaknya dan memindahkan batu-batu yang ada. Dan
Muhammad ikut pula membawa batu itu.
Setelah
mereka berusaha membongkar batu hijau yang terdapat disitu dengan
pacul tidak berhasil,
dibiarkannya batu itu sebagai fondasi bangunan. Dan
gunung-gunung sekitar tempat itu sekarang orang-orang
Quraisy mulai mengangkuti
batu-batu granit
berwarna biru, dan
pembangunanpun segera dimulai. Sesudah bangunan itu setinggi
orang berdiri dan tiba saatnya meletakkan Hajar
Aswad yang disucikan di tempatnya semula di sudut timur, maka
timbullah perselisihan di kalangan
Quraisy, siapa yang
seharusnya mendapat kehormatan meletakkan batu itu di tempatnya.
Demikian memuncaknya perselisihan
itu sehingga hampir saja
timbul perang saudara
karenanya.
Keluarga
Abd'd-Dar dan keluarga
'Adi bersepakat takkan
membiarkan kabilah yang manapun campur tangan dalam kehormatan
yang besar ini. Untuk itu
mereka mengangkat sumpah
bersama. Keluarga Abd'd-Dar membawa
sebuah baki berisi
darah. Tangan mereka dimasukkan ke dalam baki itu guna memperkuat
sumpah mereka. Karena itu
lalu diberi nama
La'aqat'd-Dam, yakni 'jilatan darah'.
Abu
Umayya bin'l-Mughira dari Banu Makhzum, adalah orang yang tertua di
antara mereka, dihormati
dan dipatuhi. Setelah melihat
keadaan serupa itu ia berkata kepada mereka: "Serahkanlah putusan
kamu ini di tangan orang
yang pertama sekali
memasuki pintu Shafa ini." Tatkala mereka melihat Muhammad adalah orang pertama
memasuki tempat itu, mereka berseru: "Ini al-Amin; kami dapat
menerima keputusannya."
Lalu mereka
menceritakan peristiwa itu
kepadanya. Ia pun mendengarkan dan
sudah melihat di
mata mereka betapa berkobarnya api
permusuhan itu. Ia berpikir sebentar, lalu katanya: "Kemarikan sehelai
kain," katanya. Setelah
kain dibawakan
dihamparkannya dan diambilnya
batu itu lalu diletakkannya dengan
tangannya sendiri, kemudian
katanya; "Hendaknya setiap ketua kabilah memegang ujung kain
ini." Mereka
bersama-sama membawa kain
tersebut ke tempat batu itu akan diletakkan. Lalu Muhammad mengeluarkan
batu itu dari kain dan
meletakkannya di tempatnya.
Dengan
demikian perselisihan itu berakhir dan bencana dapat dihindarkan. Quraisy menyelesaikan bangunan
Ka'bah sampai setinggi delapanbelas hasta
(± 11 meter), dan ditinggikan
dari tanah sedemikian rupa, sehingga mereka dapat menyuruh atau melarang orang masuk.
Di dalam itu mereka membuat enam batang tiang dalam
dua deretan dan di sudut barat
sebelah dalam dipasang sebuah tangga
naik sampai ke teras di atas lalu meletakkan Hubal di
dalam Ka'bah. Juga
di tempat itu
diletakkan barang-barang
berharga lainnya, yang
sebelum dibangun dan diberi
beratap menjadi sasaran pencurian.
Mengenai
umur Muhammad waktu membina Ka'bah
dan memberikan keputusannya tentang
batu itu, masih
terdapat perbedaan pendapat.
Ada yang mengatakan berumur duapuluh lima tahun. Ibn Ishaq berpendapat
umurnya tigapuluh lima tahun. Kedua pendapat itu baik yang pertama atau
yang kemudian, sama saja; tapi yang jelas cepatnya
Quraisy menerima ketentuan orang yang pertama memasuki pintu
Shafa, disusul dengan
tindakannya mengambil batu dan
diletakkan di atas kain lalu mengambilnya dari kain dan
diletakkan di tempatnya dalam Ka'bah,
menunjukkan betapa tingginya kedudukannya dimata penduduk Mekah, betapa
besarnya penghargaan mereka kepadanya sebagai orang yang berjiwa besar.
E. Muhammad di Gua Hira
Kehidupan
Muhammad ternyata tenteram adanya. Kalau tidak karena kehilangan kedua anaknya
tentu hidup beliau terasa sungguh nikmat bersama Khadijah, yang setia
dan penuh kasih,
hidup sebagai ayah-bunda yang bahagia
dan rela. Oleh
karena itu wajar
sekali apabila Muhammad membiarkan dirinya berjalan sesuai dengan
bawaannya, bawaan berpikir dan bermenung, dengan mendengarkan percakapan masyarakatnya tentang
berhala-berhala, serta apa pula yang dikatakan orang-orang Nasrani
dan Yahudi tentang diri mereka itu.
Ia berpikir
dan merenungkan. Di kalangan masyarakatnya dialah orang yang paling
banyak berpikir dan merenung.
Jiwa yang kuat dan
berbakat ini, jiwa
yang sudah mempunyai persiapan kelak akan menyampaikan
risalah Tuhan kepada
umat manusia, serta mengantarkannya kepada kehidupan rohani yang hakiki, jiwa
demikian tidak mungkin berdiam diri saja
melihat manusia yang sudah
hanyut ke dalam lembah kesesatan.
Sudah seharusnya ia mencari
petunjuk dalam alam
semesta ini, sehingga Tuhan
nanti menentukannya sebagai orang yang akan menerima risalahNya.
Begitu besar dan kuatnya
kecenderungan rohani yang ada
padanya, ia tidak ingin
menjadikan dirinya sebangsa dukun atau ingin menempatkan diri sebagai ahli piker seperti, dilakukan oleh
Waraqa bin Naufal dan sebangsanya.
Yang
dicarinya hanyalah kebenaran semata.
Pikirannya penuh untuk itu,
banyak sekali ia bermenung.
Pikiran dan renungan yang berkecamuk dalam hatinya itu sedikit
sekali dinyatakan kepada orang
lain. Sudah menjadi kebiasaan
orang-orang Arab masa
itu bahwa golongan berpikir
mereka selama beberapa
waktu tiap tahun menjauhkan diri
dari keramaian orang,
berkhalwat dan mendekatkan diri
kepada tuhan-tuhan mereka dengan bertapa
dan berdoa, mengharapkan diberi
rejeki dan pengetahuan. Pengasingan untuk
beribadat semacam ini
mereka namakan tahannuf.
Di tempat
ini rupanya Muhammad mendapat tempat yang paling baik
guna mendalami pikiran dan renungan yang berkecamuk dalam dirinya. Juga
di tempat ini ia mendapatkan
ketenangan dalam dinnya serta obat penawar hasrat hati yang ingin
menyendiri, ingin mencari jalan
memenuhi kerinduannya yang selalu makin besar, ingin mencapai ma'rifat
serta mengetahui rahasia alam semesta.
Di puncak
Gunung Hira, sejauh dua farsakh sebelah
utara Mekah, terletak sebuah gua
yang baik sekali
buat tempat menyendiri dan
tahannuth. Sepanjang bulan Ramadan tiap tahun ia pergi ke sana dan
berdiam di tempat itu, cukup hanya dengan bekal
sedikit yang dibawanya.
Ia tekun dalam renungan dan ibadat, jauh
dari segala kesibukan
hidup dan keributan manusia. Ia mencari Kebenaran, dan
hanya kebenaran semata.
Demikian kuatnya
ia merenung mencari hakikat
kebenaran itu, sehingga lupa ia akan dirinya, lupa makan, lupa
segala yang ada dalam
hidup ini. Sebab,
segala yang dilihatnya dalam kehidupan
manusia sekitarnya, bukanlah suatu
kebenaran. Disitu ia
mengungkapkan dalam kesadaran batinnya segala yang disadarinya.
Tambah tidak suka lagi ia akan
segala prasangka yang pernah
dikejar-kejar orang. Ia tidak berharap kebenaran yang dicarinya itu akan
terdapat dalam kisah-kisah lama
atau dalam tulisan-tulisan para pendeta, melainkan dalam alam sekitarnya: dalam luasan
langit dan bintang-bintang, dalam bulan dan
matahari, dalam padang pasir
di kala panas
membakar di bawah sinar matahari
yang berkilauan. Atau di
kala langit yang
jernih dan indah, bermandikan cahaya
bulan dan bintang yang sedap dan
lembut, atau dalam laut dan deburan ombak, dan dalam segala yang
ada di balik itu,
yang ada hubungannya dengan wujud
ini, serta diliputi seluruh kesatuan wujud. Dalam alam itulah ia mencari Hakekat Tertinggi. Dalam usaha
mencapai itu, pada saat-saat ia menyendiri demikian jiwanya membubung
tinggi akan mencapai hubungan dengan
alam semesta ini,
menembusi tabir yang menyimpan semua rahasia. Ia tidak
memerlukan permenungan yang panjang guna
mengetahui bahwa apa
yang oleh masyarakatnya dipraktekkan dalam soal-soal hidup
dan apa yang
disajikan sebagai
kurban-kurban untuk tuhan-tuhan
mereka itu, tidak membawa kebenaran
samasekali.
Berhala-berhala yang
tidak berguna, tidak menciptakan dan tidak pula mendatangkan rejeki, tak
dapat memberi perlindungan kepada
siapapun yang ditimpa bahaya. Hubal,
Lat dan 'Uzza,
dan semua patung-patung dan berhala-berhala yang
terpancang di dalam
dan di sekitar Ka'bah, tak
pernah menciptakan, sekalipun seekor lalat, atau akan mendatangkan suatu
kebaikan bagi Mekah.
Dalam melakukan
ibadat selama dalam
tahannuth itu adakah Muhammad
menganut sesuatu syariat tertentu?
Dalam hal ini ulama-ulama berlainan
pendapat. Dalam Tarikh-nya Ibn
Kathir menceritakan sedikit tentang pendapat-pendapat mereka mengenai syariat yang
digunakannya melakukan ibadat
itu: Ada yang mengatakan menurut
syariat Nuh, ada yang mengatakan
menurut Ibrahim, yang lain
berkata menurut syariat Musa, ada yang mengatakan menurut Isa
dan ada
pula yang mengatakan,
yang lebih dapat dipastikan,
bahwa ia menganut sesuatu syariat dan diamalkannya. Barangkali pendapat
yang terakhir ini
lebih tepat daripada yang sebelumnya. Ini adalah sesuai dengan dasar renungan
dan pemikiran yang menjadi kedambaan Muhammad.
Muhammad
sudah menjelang usia empatpuluh tahun.
Pergi ia ke Hira'
melakukan tahannuth. Jiwanya
sudah penuh iman atas segala apa yang telah dilihatnya
dalam mimpi hakiki itu Tatkala ia sedang dalam keadaan tidur
dalam gua itu,
ketika itulah datang malaikat membawa sehelai lembaran seraya berkata kepadanya:
"Bacalah!" Dengan terkejut Muhammad menjawab: "Saya tak dapat
membaca". Ia merasa
seolah malaikat itu mencekiknya, kemudian dilepaskan lagi
seraya katanya lagi: "Bacalah!" Masih
dalam ketakutan akan dicekik lagi
Muhammad menjawab: "Apa yang akan saya baca." Seterusnya malaikat
itu berkata: "Bacalah! Dengan
nama Tuhanmu Yang
menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah. Dan Tuhanmu Maha Pemurah. Yang mengajarkan dengan
Pena. Mengajarkan kepadamanusia apa yang belum diketahuinya ..." disinilah
pertama turunnya wahyu yang dibawa oleh malaikat jibril untuk disampaikan
kepada nabi Muhammad, untuk mengajarkan tauhid dan agama yang benar menepiskan
anggapan-anggapan kaum quraish yang menyembah berhala.
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Adapun Kesimpulan
dari makalah ini adalah bahwa nabi Muhammad saw merupakan nabi dan rasul yang
diutus kepada manusia untuk memberikan bimbingan kepada jalan yang lurus dengan
perjuangan yang gigih. Beliau berhasil merubah kebiasaan umat manusia dari
keburukan kepada jalan kebenaran untuk menyembah allah swt. Dari sejarah
kehidupan beliau kita sebagai umat islam untuk menjadikan beliau sebagai contoh
dan suri tauladan bagi kita dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam lingkungan
keluarga, agama, masyarakat, dan bernegara.
B. Saran
Dari keterangan-keterangan di atas
mudah-mudahan dapat bermanfaat tuk kita semua, dan tidak juga lupa dari
keterangan keterangan di atas mungkin terdapat kesalahan, oleh sebab itu kami
harafkan kritikan dan saran dari pembaca yang bersifat membangun. Atas
partisipasinya pemakalah ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Hart, Michael. 100
Tokoh Paling Berpengaruh Sepanjang Masa. Batam : Karisma Publising Group,
2007.
2.
Muhammad Husain
Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta : Dunia Pustaka Jaya, 1997.
3.
Lings, Martin. Muhammad:
Kisah Hidup Nabi berdasarkan Sumber Klasik. Jakarta : Penerbit Serambi,
2002.
4.
Subhani, Ja'far.
Ar-Risalah: Sejarah Kehidupan Rasulullah SAW. Jakarta: Penerbit Lentera,
2002.
[1]
Hart, Michael. 100 Tokoh Paling Berpengaruh Sepanjang Masa. Batam :
Karisma Publising Group, 2007.
[2]
Surah As-Saff (QS 61 : 6)
[3]
Lings, Martin. Muhammad: Kisah Hidup Nabi berdasarkan Sumber Klasik.
Jakarta : Penerbit Serambi, 2002. Hal 32
[4]
Subhani, Ja'far. Ar-Risalah: Sejarah Kehidupan Rasulullah SAW. Jakarta:
Penerbit Lentera, 2002. Hal 21
[5]
Riwayat Bukhari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar