BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ragam Bahasa
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa
menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut
hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, ada beberapa pendapat
para ahli tentang pengertian ragam bahasa :
1. Menurut medium pembicara (Bachman,
1990). Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik
(mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di
dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana
resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam
bahasa baku atau ragam bahasa resmi.
2. Menurut Dendy Sugono, bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia,
timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau
di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak
resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan
bahasa baku.[1]
3. Ditinjau dari media
atau sarana yang digunakan untuk menghasilkan bahasa, yaitu (1) ragam bahasa
lisan, (2) ragam bahasa tulis. Bahasa yang dihasilkan melalui alat ucap (organ
of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar dinamakan ragam bahasa lisan,
sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf
sebagai unsur dasarnya, dinamakan ragam bahasa tulis. Jadi dalam ragam
bahasa lisan, kita berurusan dengan lafal, dalam ragam bahasa tulis, kita
berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan). Selain itu aspek tata bahasa dan
kosa kata dalam kedua jenis ragam itu memiliki hubungan yang erat. Ragam bahasa
tulis yang unsur dasarnya huruf, melambangkan ragam bahasa lisan. Oleh karena
itu, sering timbul kesan bahwa ragam bahasa lisan dan tulis itu sama. Padahal,
kedua jenis ragam bahasa itu berkembang menjdi sistem bahasa yang
memiliki seperangkat kaidah yang tidak identik benar, meskipun ada pula
kesamaannya. Meskipun ada keberimpitan aspek tata bahasa dan kosa kata,
masing-masing memiliki seperangkat kaidah yang berbeda satu dari yang
lain.
Dari beberapa pendapat di atas
jelaslah bahwa bahasa dapat dihasilkan dengan menggunakan alat ucap disebut ragam bahasa lisan, sedangkan bahasa
yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan (alat tulis) dinamakan ragam bahasa tulis. Di dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata
baku Indonesia dikenal pula kosa kata bahasa Indonesia ragam baku, yang
alih-alih disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata baasa
Indonesia ragam baku atau kosa kata bahasa Indonesia baku adalah kosa kata baku
bahasa Indonesia, yang memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang
dijadikan tolok ukur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa
Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi di dalam menggunakan bahasa
Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku bukan
ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak tertutup kemungkinan
digunakannya kosa kata ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal
tidak mengganggu makna dan rasa bahasa ragam yang bersangkutan.
Suatu ragam
bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup kemungkinan
untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi anutan
bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu
diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan
latar belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik
pembicaraan.
Menurut
Felicia (2001 : 8), ragam bahasa dibagi berdasarkan :
1.
Ragam Bahasa berdasarkan Media pengantarnya atau sarananya
yang terdiri atas :
a. Ragam lisan.
b. Ragam tulis.
Ragam lisan
adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat menemukan ragam
lisan yang standar, misalnya pada saat orang berpidato atau memberi sambutan,
dalam situasi perkuliahan, ceramah; dan ragam lisan yang nonstandar, misalnya
dalam percakapan antar teman, di pasar, atau dalam kesempatan nonformal lainnya.
Ragam tulis
adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak. Ragam tulis pun dapat berupa
ragam tulis yang standar maupun non standar. Ragam tulis yang standar kita temukan dalam
buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar, poster, iklan. Kita juga dapat
menemukan ragam tulis nonstandar dalam majalah remaja, iklan, atau poster.[2]
2. Ragam
bahasa Berdasarkan situasi
dan pemakaian
Ragam bahasa
baku dapat berupa : (1) ragam bahasa baku tulis dan (2) ragam bahasa baku
lisan. Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis makna kalimat yang
diungkapkannya tidak ditunjang oleh situasi pemakaian, sedangkan ragam bahasa
baku lisan makna kalimat yang diungkapkannya ditunjang oleh situasi pemakaian
sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur kalimat. Oleh karena itu,
dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan di
dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk kata dan struktur
kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat.
Ragam bahasa
baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi
pelesapan kalimat. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun
demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan
unsur-unsur di dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi
ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan
menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara
lisan.[3]
Pembicaraan
lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan
pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa
lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis,
tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk
tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan
ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa
serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu
masing-masing, ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang berbeda.
Contoh
perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis (berdasarkan tata bahasa
dan kosa kata) :
1. Tata Bahasa
(Bentuk kata, Tata Bahasa, Struktur Kalimat, Kosa Kata)
a. Ragam bahasa lisan :
- Nia sedang baca surat kabar
- Ari mau nulis surat
- Tapi kau tak boleh nolak lamaran itu.
- Mereka tinggal di Menteng.
- Jalan layang itu untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
- Saya akan tanyakan soal itu
.
b. Ragam bahasa Tulis :
- Nia sedang membaca surat kabar
- Ari mau menulis surat
- Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran itu.
- Mereka bertempat tinggal di Menteng
- Jalan layang itu dibangun untuk mengatasi kemacetan
lalu lintas.
- Akan saya tanyakan soal itu.
2. Kosa kata
Contoh ragam lisan dan tulis berdasarkan kosa kata :
a. Ragam Lisan
- Ariani bilang kalau kita harus belajar
- Kita harus bikin karya tulis
- Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak
b. Ragam Tulis
- Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar
- Kita harus membuat karya tulis.
- Rasanya masih terlalu muda bagi saya, Pak.
Istilah lain yang digunakan selain ragam bahasa baku
adalah ragam bahasa standar, semi standar dan nonstandar.
a. ragam standar,
b. ragam nonstandar,
c. ragam semi standar.
Bahasa ragam
standar memiliki sifat kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap. Akan tetapi,
kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam standar tetap luas sehingga memungkinkan perubahan di bidang kosakata,
peristilahan, serta mengizinkan perkembangan berbagai jenis laras yang diperlukan
dalam kehidupan modren.[4]
Pembedaan antara
ragam standar, nonstandar,dan semi standar dilakukan berdasarkan
:
v
topik yang sedang dibahas,
v
hubungan antar pembicara,
v
medium yang digunakan,
v
lingkungan, atau
v situasi saat
pembicaraan terjadi
Ciri
yang membedakan antara ragam standar, semi standar dan nonstandar :
v penggunaan kata sapaan dan kata ganti,
v penggunaan kata tertentu,
v penggunaan imbuhan,
v penggunaan kata sambung (konjungsi), dan
v penggunaan fungsi yang lengkap.
Penggunaan
kata sapaan dan kata ganti merupakan ciri pembeda ragam standar dan ragam nonstandar
yang sangat menonjol. Kepada orang yang kita hormati, kita akan cenderung
menyapa dengan menggunakan kata Bapak, Ibu, Saudara, Anda. Jika kita menyebut
diri kita, dalam ragam standar kita akan menggunakan kata saya atau aku. Dalam
ragam nonstandar, kita akan menggunakan kata gue.
Penggunaan kata
tertentu merupakan ciri lain yang sangat menandai perbedaan ragam standar dan
ragam nonstandar. Dalam ragam standar, digunakan kata-kata yang merupakan
bentuk baku atau istilah dan bidang ilmu tertentu. Penggunaan imbuhan adalah
ciri lain. Dalam ragam standar kita harus menggunakan imbuhan secara jelas dan
teliti.
Penggunaan kata sambung
(konjungsi) dan kata depan (preposisi) merupakan ciri pembeda lain. Dalam ragam
nonstandar, sering kali kata sambung dan kata depan dihilangkan. Kadang kala,
kenyataan ini mengganggu kejelasan kalimat.
Contoh :
a. Ibu mengatakan, kita akan pergi besok
b. Ibu mengatakan bahwa kita akan pergi
besok
Pada contoh (a) merupakan ragam semi
standar dan diperbaiki pada contoh (b) yang merupakan ragam standar.
Contoh lain :
a. Mereka bekerja keras menyelesaikan
pekerjaan itu.
b. Mereka bekerja keras untuk menyelesaikan
pekerjaan itu.
Kalimat (a) kehilangan kata sambung
(bahwa), sedangkan kalimat (b) kehilangan kata depan (untuk). Dalam laras
jurnalistik kedua kata ini sering dihilangkan. Hal ini menunjukkan bahwa laras
jurnalistik termasuk ragam semi standar.
Kelengkapan fungsi
merupakan ciri terakhir yang membedakan ragam standar dan nonstandar. Artinya,
ada bagian dalam kalimat yang dihilangkan karena situasi sudah dianggap cukup
mendukung pengertian. Dalam kalimat-kalimat yang nonstandar itu, predikat
kalimat dihilangkan. Seringkali pelesapan fungsi terjadi jika kita menjawab
pertanyaan orang.
3.
Ragam bahasa berdasarkan Penutur
1.
Ragam bahasa berdasarkan daerah disebut ragam daerah (logat/dialek).
Luasnya pemakaian
bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang
digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia
yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing
memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Misalnya logat
bahasa Indonesia orang Jawa Tengah tampak pada pelafalan/b/pada posisi awal saat melafalkan
nama-nama kota seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dll. Logat bahasa Indonesia
orang Bali tampak pada pelafalan /t/ seperti pada kata ithu, kitha, canthik,
dll.
2.
Ragam bahasa terpelajar
Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok
penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama
dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah,
kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan
mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas.
Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya
membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun
sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai.
contoh:
Ira mau nulis surat Ira mau menulis surat
Saya akan ceritakan
tentang Kancil Saya akan menceritakan tentang Kancil.
3. Ragam bahasa Resmi dan ragam
bahasa tak resmi
Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap
penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembawa
(jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan
kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap
tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas
ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan
bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa
baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin
tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat
keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
Setiap penutur bahasa pada dasarnya mempunyai kemampuan menggunakan
bermacam-macam ragam bahasa. Namun, keterampilan menggunakan nya bukan
diperoleh melalui warisan, melainkan melalui proses belajar, baik melalui
pelatihan maupun pengalaman. Keterbatasan penguasaan ragam /gaya menimbulkan
kesan bahwa penutur itu kurang luasa pergaulan nya.
4. Ragam bahasa menurut pokok persoalan atau
bidang pemakaian
Dalam
kehidupan sehari-hari banyak pokok persoalan yang dibicarakan. Dalam
membicarakan pokok persoalan yang berbeda-beda ini kita pun menggunakan ragam
bahasa yang berbeda. Ragam bahasa yang digunakan dalam lingkungan agama berbeda
dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan kedokteran, hukum, atau pers.
Bahasa yang digunakan dalam lingkungan politik, berbeda dengan bahasa yang
digunakan dalam lingkungan ekonomi/perdagangan, olah raga, seni, atau
teknologi. Ragam bahasa yang digunakan menurut pokok persoalan atau bidang
pemakaian ini dikenal pula dengan istilah laras bahasa.
5. Bahasa baku
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya,
dalam bahasa indonesia terdapat bahasa baku. Apakah yang dimaksud bahasa baku? Bahasa baku adalah suatu ragam bahasa
yang dipakai dalam situasi
resmi/formal, baik lisan maupun tulisan. Ragam bahasa
ini disusun dengan tujuan agar bahasa indonesia dapat berkembang secara
teratur, terarah, dan terencana. Bukan berarti kita tidak mengakui adanya
bahasa non baku. Kedua ragam bahasa ini tetap hidup dan berkembang sesuai
dengan fungsinya dalam berkomunikasi. Bahasa baku dipakai dalam :
v
pembicaraan di muka umum, misalnya pidato kenegaraan,
seminar, rapat dinas memberikan kuliah/pelajaran;
v pembicaraan dengan
orang yang dihormati, misalnya dengan atasan, dengan guru/dosen, dengan
pejabat;
v komunikasi resmi,
misalnya surat dinas, surat lamaran pekerjaan, undang-undang
wacana teknis, misalnya laporan penelitian, makalah,
tesis, disertasi.
v Segi kebahasaan
yang telah diupayakan pembakuannya meliputi
:
v tata bahasa yang
mencakup bentuk dan susunan kata atau kalimat, pedomannya adalah buku Tata
Bahasa Baku Indonesia;
v kosa kata
berpedoman pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI);
v istilah kata
berpedoman pada Pedoman Pembentukan Istilah;
v ejaan berpedoman
pada Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan (EYD);
v lafal baku
kriterianya adalah tidak menampakan kedaerahan.
Diluar
dari fungsi itu, kita dapat menggunakan bahasa non baku dalam berkomunikasi.
Sebagai contoh, berkomunikasi dengan keluarga dirumah, berbicara dengan teman,
apakah itu dikantin, di bioskopp, atau di plaza, menulis surat untuk pacar atau
suami/istri yang jauh merantau, dan sebagainya.[5]
B. Laras Bahasa
Pada saat
digunakan sebagai alat komunikasi, bahasa masuk dalam berbagai laras sesuai
dengan fungsi pemakaiannya. Jadi, laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa
dan pemakaiannya. Dalam hal ini kita mengenal iklan, laras ilmiah, laras ilmiah
populer, laras feature, laras komik, laras sastra, yang masih dapat
dibagi atas laras cerpen, laras puisi, laras novel, dan sebagainya.
Setiap laras memiliki cirinya sendiri dan memiliki gaya
tersendiri. Setiap laras dapat disampaikan secara lisan atau tulis dan dalam
bentuk standar, semi standar, atau nonstandar. Laras bahasa yang akan kita
bahas dalam kesempatan ini adalah laras ilmiah.
1. Laras llmiah
Dalam uraian di atas dikatakan bahwa setiap laras dapat
disampaikan dalam ragam standar, semi standar, atau nonstandar. Akan tetapi,
tidak demikian halnya dengan laras ilmiah. Laras ilmiah harus selalu
menggunakan ragam standar.
Sebuah karya
tulis ilmiah merupakan hasil rangkaian gagasan yang merupakan hasil pemikiran,
fakta, peristiwa, gejala, dan pendapat. Jadi, seorang penulis karya ilmiah
menyusun kembali pelbagai bahan informasi menjadi sebuah karangan yang utuh.
Oleh sebab itu, penyusun atau pembuat karya ilmiah tidak disebut pengarang melainkan
disebut penulis.[6]
Dalam uraian
di atas dibedakan antara pengertian realitas dan fakta. Seorang pengarang akan
merangkaikan realita kehidupan dalam sebuah cerita, sedangkan seorang penulis
akan merangkaikan berbagai fakta dalam sebuah tulisan. Realistis berarti bahwa
peristiwa yang diceritakan merupakan hal yang benar dan dapat dengan mudah
dibuktikan kebenarannya, tetapi tidak secara langsung dialami oleh penulis.
Data realistis dapat berasal dan dokumen, surat keterangan, press release, surat
kabar atau sumber bacaan lain, bahkan suatu peristiwa faktual. Faktual berarti
bahwa rangkaian peristiwa atau percobaan yang diceritakan benar-benar dilihat,
dirasakan, dan dialami oleh penulis (Marahimin, 1994: 378).
Karya ilmiah
memiliki tujuan dan khalayak sasaran yang jelas. Meskipun demikian, dalam karya
ilmiah, aspek komunikasi tetap memegang peranan utama. Oleh karenanya, berbagai
kemungkinan untuk penyampaian yang komunikatif tetap harus dipikirkan. Penulisan karya ilmiah bukan hanya untuk mengekspresikan
pikiran tetapi untuk menyampaikan hasil penelitian. Kita harus dapat meyakinkan
pembaca akan kebenaran hasil yang kita temukan di lapangan. Dapat pula, kita
menumbangkan sebuah teori berdasarkan hasil penelitian kita. Jadi, sebuah karya
ilmiah tetap harus dapat secara jelas menyampaikan pesan kepada pembacanya.
Persyaratan
bagi sebuah tulisan untuk dianggap sebagai karya ilmiah adalah sebagai berikut.
1. Karya ilmiah menyajikan fakta objektif secara
sistematis atau menyajikan aplikasi hukum alam pada situasi spesifik.
2. Karya ilmiah ditulis secara cermat, tepat, benar,
jujur, dan tidak bersifat terkaan. Dalam pengertian jujur terkandung
sikap etik penulisan ilmiah, yakni penyebutan rujukan dan kutipan yang jelas.
3. Karya ilmiah disusun secara sistematis, setiap langkah
direncanakan secara terkendali, konseptual, dan prosedural.
4. Karya ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan
pemahaman dan alasan yang indusif yang mendorong pembaca untuk menarik
kesimpulan.
5. Karya ilmiah mengandung pandangan yang disertai
dukungan dan pembuktian berdasarkan suatu hipotesis.
6. Karya ilmiah ditulis secara tulus. Hal itu berarti
bahwa karya ilmiah hanya mengandung kebenaran faktual sehingga tidak akan
memancing pertanyaan yang bernada keraguan. Penulis karya ilmiah tidak boleh
memanipulasi fakta, tidak bersifat ambisius dan berprasangka. Penyajiannya
tidak boleh bersifat emotif.
7. Karya ilmiah pada dasarnya bersifat ekspositoris. Jika
pada akhirnya timbul kesan argumentatif dan persuasif, hal itu ditimbulkan oleh
penyusunan kerangka karangan yang cermat. Dengan demikian, fakta dan hukum alam
yang diterapkan pada situasi spesifik itu dibiarkan berbicara sendiri. Pembaca
dibiarkan mengambil kesimpulan sendiri berupa pembenaran dan keyakinan akan
kebenaran karya ilmiah tersebut.
Berdasarkan
uraian di atas, dari segi bahasa, dapat dikatakan bahwa karya ilmiah memiliki
tiga ciri, yaitu :
1. harus tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau
mendua makna
2. harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah,
sifat, dan pengertian yang digunakan, agar tidak menimbulkan kerancuan atau
keraguan
3. harus singkat, berlandaskan ekonomi bahasa.
Disamping
persyaratan tersebut di atas, untuk dapat dipublikasikan sebagai karya ilmiah
ada ketentuan struktur atau format karangan yang kurang lebih bersifat baku.
Ketentuan itu merupakan kesepakatan sebagaimana tertuang dalam International
Standardization Organization (ISO). Publikasi yang tidak mengindahkan
ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam ISO memberikan kesan bahwa publikasi
itu kurang valid sebagai terbitan ilmiah.
Struktur
karya ilmiah terdiri atas judul, nama penulis, abstrak, pendahuluan, bahan dan metode,
hasil dan pembahasan, kesimpulan, ucapan terima kasih dan daftar pustaka. ISO
5966 (1982) menetapkan agar karya ilmiah terdiri atas judul, nama penulis,
abstrak, kata kunci, pendahuluan, inti tulisan (teori metode, hasil, dan
pembahasan), simpulan, dan usulan, ucapan terima kasih, dan daftar pustaka.
2. Ragam Bahasa
Keilmuan
Menurut
Sunaryo, bahwa dalam berkomunikasi, perlu diperhatikan kaidah-kaidah berbahasa, baik
yang berkaitan kebenaran kaidah pemakaian bahasa sesuai dengan konteks situasi,
kondisi, dan sosio budayanya. Pada saat kita berbahasa, baik lisan maupun
tulis, kita selalu memperhatikan faktor-faktor yang menentukan bentuk-bentuk
bahasa yang kita gunakan. Pada
saat menulis, misalnya kita selalu memperhatikan siapa pembaca tulisan kita , apa
yang kita tulis, apa tujuan tulisan itu, dan di media apa kita menulis. Hal yang perlu mendapat perhatian tersebut merupakan
faktor penentu dalam berkomunikasi. Faktor-faktor penentu berkomunikasi
meliputi : partisipan, topik, latar, tujuan, dan saluran (lisan atau tulis).
Partisipan
tutur ini berupa PI yaitu pembicara/penulis dan P2 yaitu pembaca atau pendengar
tutur. Agar pesan yang disampaikan dapat terkomunikasikan dengan baik, maka
pembicara atau penulis perlu :
(a) mengetahui
latar belakang pembaca/pendengar, dan
(b)
memperhatikan hubungan antara pembicara/penulis dengan pendengar/pembaca.
Hal itu perlu
diketahui agar pilihan bentuk bahasa yang digunakan tepat , disamping agar
pesannya dapat tersampaikan, agar tidak menyinggung perasaan, menyepelekan,
merendahkan dan sejenisnya.
Topik tutur
berkenaan dengan masalah apa yang disampaikan penutur ke penanggap penutur.
Penyampaian topik tutur dapat dilakukukan secara : (a) naratif (peristiwa,
perbuatan, cerita), (b) deskriptif (hal-hal faktual : keadaan, tempat barang,
dsb.), (c). ekspositoris, (d) argumentatif dan persuasif.
Ragam bahasa keilmuan mempunyai ciri :
(1) cendekia : bahasa Indonesia keilmuan itu mampu
digunakan untuk mengungkapkan hasil berpikir logis secara tepat.
(2) lugas dan jelas : bahasa Indonesia keilmuan digunakan
untuk menyampaikan gagasan ilmiah secara jelas dan tepat.
(3) gagasan sebagai pangkal tolak : bahasa Indonesia
keilmuan digunakan dengan orientasi gagasan. Hal itu berarti penonjolan
diarahkan pada gagasan atau hal-hal yang diungkapkan, tidak pada penulis.
(4) Formal dan objektif : komunikasi Ilmiah melalui teks
ilmiah merupakan komunikasi formal. Hal ini berarti bahwa unsur-unsur bahasa
Indonesia yang digunakan dalam bahasa Indonesia keilmuan adalah unsur-unsur
bahasa yang berlaku dalam situasi formal atau resmi. Pada lapis kosa kata dapat
ditemukan kata-kata yang berciri formal dan kata-kata yang berciri informal
(Syafi’ie, 1992:8-9).
Contoh :
formal informal
Korps korp
Berkata bilang
Karena lantaran
3. Laras Ilmiah
Populer
Laras ilmiah
populer merupakan sebuah tulisan yang bersifat ilmiah, tetapi diungkapkan
dengan cara penuturan yang mudah dimengerti. Karya ilmiah populer tidak selalu
merupakan hasil penelitian ilmiah. Tulisan itu dapat berupa petunjuk teknis,
pengalaman dan pengamatan biasa yang diuraikan dengan metode ilmiah. Jika karya
ilmiah harus selalu disajikan dalam ragam bahasa yang standar, karya ilmiah
populer dapat disajikan dalam ragam standar, semi standar dan nonstandar.
Penyusun karya ilmiah populer akan tetap disebut penulis dan bukan pengarang,
karena proses penyusunan karya ilmiah populer sama dengan proses penyusunan
karya ilmiah. Pembedaan terjadi hanya dalam cara
penyajiannya.[7]
Seperti diuraikan di atas,
persyaratan yang berlaku bagi sebuah karya ilmiah berlaku pula bagi karya
ilmiah populer. Akan tetapi, dalam karya ilmiah populer terdapat pula persoalan
lain, seperti kritik terhadap pemerintah, analisis atas suatu peristiwa yang
sedang populer di tengah masyarakat, jalan keluar bagi persoalan yang sedang
dihadapi masyarakat, atau sekedar informasi baru yang ingin disampaikan kepada
masyarakat.
Jika karya ilmiah memiliki struktur
yang baku, tidak demikian halnya dengan karya ilmiah populer. Oleh karena itu,
karya ilmiah populer biasanya disajikan melalui media surat kabar dan majalah,
biasanya, format penyajiannya mengikuti format yang berlaku dalam laras
jurnalistik. Pemilihan topik dan perumusan tema harus dilakukan dengan cermat.
Tema itu kemudian dikerjakan dengan jenis karangan tertentu, misalnya narasi,
eksposisi, argumentasi, atau deskripsi. Secara lebih rinci lagi, penulis dapat
mengembangkan gagasannya dalam berbagai bentuk pengembangan paragraf seperti
pola pemecahan masalah, pola kronologis, pola perbandingan, atau pola sudut
pandang.[8]
C.
Variasi Bahasa
Variasi Bahasa disebabkan oleh
adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok
yang sangat beragam dan dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen.
Variasi bahasa ada beberapa macam yaitu :
v Variasi bahasa dari segi penutur
Yaitu
variasi bahasa yang muncul dari setiap orang baik individu maupun sosial.
v Variasi bahasa dari segi pemakaian
Yaitu
Variasi bahasa berkenaan dengan pemakaian atau funsinya disebut fungsiolek atau
register adalah variasi bahasa yang menyangkut bahasa itu digunakan untuk
keperluan atau bidang apa. Misalnya bidang jurnalistik, militer, pertanian,
perdagangan, pendidikan, dan sebagainya. Variasi bahasa dari segi pemakaian ini
yang paling nampak cirinya adalah dalam hal kosakata. Setiap bidang kegiatan
biasanya mempunyai kosakata khusus yang tidak digunakan dalam bidang lain.
v Variasi bahasa dari segi keformalan
Variasi
bahasa dari segi keformalan ada beberapa macam yaitu :
·
Variasi
Baku (frozen)
Adalah
variasi bahasa yang paling formal yang digunakan pada situasi hikmat seperti
upacara kenegaraan dan khotbah.
·
Variasi
Resmi (formal)
Adalah
Variasi bahasa yag digunakan pada kegiatan resmi atau formal seperti surat
dinas dan pidato kenegaraan.
·
Variasi
Usaha (konsultatif)
Adalah
variasi bahasa yang lazim dalam pembicaraan biasa. Seperti pembicaraan di
sekolah dan rapat.
·
Variasi
santai (casual)
Adalah
variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi. Seperti perbincangan
dalam keluarga atau perbincangan dengan teman.
·
Variasi
akrab (intimate)
Adalah
variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubungannya sudah
akrab.
·
Variasi
bahasa dari segi sarana
Adalah
variasi bahasa yang dapat dilihat dari sarana atau jalur yang digunakan.
Seperti telepon, telegraf dan radio.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seiring dengan perkembangannya bahasa indonesia memiliki banyak ragam dan
variasi namun semua menambah kekayaan bahasa Indonesia sendiri. Karena salah
satu negara yang maju dapat dilahat dari bahasa nya. Berdasarkan data-data dan fakta dilapangan menunjukkan
masih banyak orang-orang tidak memahami pemakain bahasa Indonesia yang baik dan
benar sesuai dengan kaidah-kaidah yang benar. Baik
dari segi baku dan tidak bakunya suatu bahasa maupun dari segi penuturan dan
penulisan nya. Jadi dilihat dari fungsinya bahasa merupakan jantung dari
kehidupan ini karena tanpa bahasa kita tidak akan bisa berinteraksi sesama yang
lain.
B. Saran
Maka
kita sebagai warga negara Indonesia harus bisa menjaga
keaslian berbahasa Indonesia yang baik dan benar, karena dipandangnya suatu
bangsa itu tidak lepas dari bagaimana kita menggunakan bahasa yang dapat dipahami atau mudah dimengerti oleh bangsa
lain. Mudah-mudahan uraian singkat diatas dapat memberi sumbang sih bagi pembaca,
saran dan kritik yang sifatnya membangun selalu penulis harapkan, demi
kesempurnaan karya tulis kami ini yang berjudul ”Ragam
Bahasa”. Dan atas bimbingan dan
saran-saran Bapak/ibu pembimbing, saya ucapkan terimakasih.
DAFTAR
PUSTAKA
.
Badudu, J.S. 1983. Inilah Bahasa
Indonesia yang Benar. Jakarta: Gramedia.
Sabariyanto,
Dirgo.1999. Kebakuan dan Ketidakbakuan Kalimat dalam Bahasa Indonesia.
Yogyakarta: Mitra Gama Widya.
Sugono,
Dendy. 1989. Berbahasa Indonesia Dengan Benar. Jakarta
Arifin.
E. Zainal. 1990 Berbahasa indonesialah
dengan benar. Jakarta : Mediyatama Sarana Perkasa
Edi.
Syaputra, Bahasa Indonesia. 2008
Hadi,
farid. 1992. Petunjuk praktis Berbahasa
Indonesia. Jakarta.
[1] Sugono, Dendy. 1989. Berbahasa Indonesia Dengan Benar, Jakarta.
Halaman 9
[2] Badudu, J.S. 1990, Inilah Bahasa
Indonesia yang benar. Jakarta : Gramedia
[3] Edi syaputra, bahasa indonesia.halaman
17
[4] Badudu, J.S. 1990. Inilah Bahasa
Indonesia yang benar. Jakarta : Gramedia
[5] Arifin, E. Zainal. 1990. Berbahasa
Indonesialah dengan benar. Jakarta : Mediyatama Sarana Perkasa
[6] Soeseno, 1981: halaman 1.
[7] Sugono, Dendy. 1989. Berbahasa Indonesia Dengan Benar, Jakarta.
Halaman 11
[8] Edi, Syaputra. Bahasa Indonesia.h
21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar