BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai hasil dari pemikiran para filosuf, filsafat telah
melahirkan berbagai macam pandangan dan aliran yang berbeda-beda.
Pandangan-pandangan filosuf itu ada kalanya saling menguatkan dan ada juga yang
saling berlawanan. Hal ini antara lain disebabkan oleh pendekatan yang mereka
pakai juga berbeda-beda walaupun untuk objek dan masalah yang sama. Karena
perbedaan dalam pendekatan itu, maka kesimpulan yang didapat juga akan berbeda.
Perbedaan pandangan filsafat tersebut juga terjadi dalam pemikiran filsafat
pendidikan, sehingga muncul aliran-aliran filsafat pendidikan.
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau
sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang
dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang
sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin
melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.[1]
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik
baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu
menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan
adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi
dalam keseimbangan, kesatuan. organis,harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan
hidup kemanusiaan.
Filsafat
pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah
pendidikan. Ada beberapa aliran filsafat pendidikan, dan yang akan Penulis
uraikan di sini adalah filsafat pendidikan progresivisme. Dalam pandangannya
progresivisme berpendapat tidak ada teorirealita yang umum. Pengalaman menurut
progresivisme bersifat dinamis dan temporal, menyela. tidak pernah sampai pada
yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang
terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai
yang telah disimpan dalam kebudayaan. Belajar berfungsi untuk mempertinggi
taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum
yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
B. Rumusan Masalah
Ada beberapa masalah yang akan penyusun uraikan di dalam
makalah ini, antara lain :
ü Pengertian filsafat pendidikan progresivisme
ü Latar belakang
munculnya filsafat progresivisme
ü Tokoh-tokoh aliran filsafat progresivisme
ü Pandangan filsafat progresivisme tentang pendidikan
C. Tujuan Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, ada beberapa persoalan yang
bertujuan untuk :
ü Mahasiswa mampu memahami dan mengenal
apa itu filsafat pendidikan progresivisme.
ü Mahasiswa mengetahui apa saja yang
melatar belakangi timbul dan munculnya aliran filsafat pendidikan progresivisme.
ü Agar mahasiswa mengetahui siapa sajakah
tokoh-tokoh aliran filsafat pendidikan progresivisme.
ü Masiswa mampu mengetahui apa saja
pandangan-pandangan progresivisme tentang pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Sejarah munculnya Filsafat
Progresivisme
Progresivisme adalah suatu gerakan dan perkumpulan yang
didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar
pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat
pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Progravisme
mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu
mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi dan mengatasi
maslah- masalah yang bersifat menekan atau mengancam adanya manusia itu sendiri.[2]
Oleh karena kemajuan atau progres ini menjadi suatu
statemen progrevisme, maka beberapa ilmu pengetahuan yang mampu menumbuhkan
kemajuan dipandang merupakan bagian utama dari kebudayaan yang meliputi
ilmu-ilmu hayat, antropologi, psikologi dan ilmu alam. Progresivisme
berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme
bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang paling
ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus
karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang
telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf
kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum
yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
Progresvisme merupakan pendidikan yang berpusat pada
siswa dan memberi penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar
“naturalistik”, hasil belajar “dunia nyata” dan juga pengalaman teman sebaya Aliran
progesivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia pendidikan saat
ini. Aliran ini telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada
anak didik. Anak didik diberikan kebaikan, baik secara fisik maupun cara
berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya
tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain.[3]
Oleh karena itu, filsafat progesivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter.
Kita telah ketahui bahwa menurut aliran ini kehidupan
manusia berkembang terus menurus dalam suatu arah yang positif. Apa yang
dipandang benar sekarang belum tentu benar pada masa yang akan datang. Oleh
sebab itu, peserta didik bukanlah dipersiapkan untuk menghidupi masa kini,
melainkan mereka harus dipersiapkan menghadapi kehidupan masa yang akan datang.
Permasalahan hidup masa kini tidak akan sama dengan permasalahan hidup masa
yang akan datang. Untuk itu, peserta didik harus diperlengkapi dengan
strategi-strategi untuk menghidupi masa yang akan datang dan pemecahan masalah
yang memungkinkan mereka akan mengatasi permasalahan-permasalahan baru dalam
kehidupan.[4]
Progresivisme bukan merupakan suatu bangunan filsafat
atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, malainkan merupakan aliran suatu
gerakan dan perkumpulan yang didirikan tahun 1918. Selama 20 tahun menjadi
gerakan yang sangat kuat di Amerika Serikat banyak guru yang ragu-ragu terhadap
gerakan ini. Gerakan progeresik terkenal luas karena reaksinya terhadap
formalisme dan sekolah tradisional yang membosankan, yang menekankan disiplin keras
belajar pisik dan banyak hal-hal kecil yang tidak bermanfaat dalam pendidikan.[5]
Pengaruh progresivisme terasa di seluruh dunia, terlebih-lebih di Amerika
Serikat. Usaha pembaharuan di dalam lapangan pendidikan pada umumnya terdorong
oleh aliran progresivisme ini.[6]
John Dewey memandang bahwa pendidikan sebagai proses dan
sosialisasi Maksudnya sebagai proses
pertumbuhan anak didik dapat mengambil kejadian-kejadian dari pengalaman
lingkungan sekitarnya. Maka dari itu, dinding pemisah antara sekolah dan
masyarakat perlu dihapuskan, sebab belajar yang baik tidak cukup di sekolah
saja. Dengan demikian, sekolah yang ideal adalah sekolah yang isi pendidikannya
berintegrasi dengan lingkungan sekitar. Karena sekolah adalah bagian dari
masyarakat. Dan untuk itu, sekolah harus dapat mengupayakan pelestarian
karakteristik atau kekhasan lingkungan sekolah sekitar atau daerah di mana
sekolah itu berada. Untuk dapat melestarikan usaha ini, sekolah harus
menyajikan program pendidikan yang dapat memberikan wawasan kepada anak didik
tentang apa yang menjadi karakteristik atau kekhususan daerah itu. Untuk
itulah, fisafat progesivisme menghendaki sistem pendidikan dengan bentuk
belajar “sekolah sambil berbuat” atau learning by doing.[7]
Progresivisme menghendaki pendidikan yang pada hakikatnya
progresif. Tujuan pendidikan hendaknya diartikan sebagai rekonstruksi
pengalaman yang terus-menerus, agar peserta didik dapat berbuat sesuatu yang inteligen
dan mampu mengadakan penyesuaian dan penyesuaian kembali sesuai dengan tuntutan
dari lingkungan.[8] Biasanya
aliran progresivisme ini di hubungkan dengan pandangan hidup liberal (the
liberal road to), dan culture. Maksudnya adalah pandangan hidup yang mempunyai
sifat-sifat sebagai berikut; fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan,
tidak terikat oleh suatu doktrin tertentu), curios (ingin mengetahui, ingin
menyelidiki), toleran dan open-minded (mempunyai hati terbuka).[9]
Sejarah mengatakan perkembangan aliran Progresivisme dianggap
sebagai aliran pikiran yang baru muncul dengan jelas pada pertengahan abad
ke-19, akan tetapi garis perkembangannya dapat ditarik jauh kebelakang sampai
pada zaman Yunani purba. Misalnya Hiraclitus (544 ), Socrates (469), Protagoras
(480) dan Aristoteles. Mereka pernah mengemukakan pendapat yang dapat dianggap
sebagai unsur-unsur yang ikut menyebabkan sikap jiwa yang disebut
pragmatisme-Progresivisme.[10]
Heraclitus mengemukakan bahwa sifat yang utama dari
realita ialah perubahan. Tidak ada sesuatu yang tetap didunia ini, semuanya
berubah-ubah, kecuali asa perubahan itu sendiri. Socrates berusaha
mempersatukan epsitemologi dan aksiologi. Ia mengajarkan bahwa pengetahuan
adalah kunci untuk kebajikan. Yang baik dapat dipelajari dengan kekuatan
intelek, dan pengetahuan yang baik menjadi pedoman bagi manusia untuk melakukan
kebajikan. Ia percaya bahwa manusia sanggup melakukan baik. Protagoras
mengajarkan bahwa kebenaran dan norma atau nilai tidak bersifat mutlak,
melainkan relatif, yaitu bergantung pada waktu dan tempat. Sedangkan
Aristoteles menyarankan moderasi dan kompromi (jalan tengah bukan jalan
ekstrim) dalam kehidupan.
Kemudian sejak abad ke-16, Francis Bacon, John Locke,
Rousseau, Kant, dan Hegel dapat disebut sebagai penyumbang pikiran-pikiran
munculnya aliran Progresivisme. Francis Bacon memberikna sumbangan dengaan
usahanya memperbaiki dan memperhalus metode ilmiah dalam pengetahuan alam.
Locke dengan ajarannya tentang kebebasan politik. Rousseau dengan keyakinannya
bahwa kebaikan berada didalam manusia karena kodrat yang baik dari para
manusia. Kant memuliakan manusia, menjunjung tinggi akan kepribadian manusia,
memberi martabat manusia suatu kedudukan yang tinggi. Hegel mengajarkan bahwa
alam dan masyarakat bersifat dinamis, selamanya berada dalam keadaan bergerak,
dalam proses perubahan dan penyesuaian yang tak ada hentinya.[11]
Dalam abad ke- 19 dan ke-20, tokoh-tokoh Progresivisme
banyak terdapat di Amerika Serikat. Thomas Paine dan Thomas Jefferson
memberikan sumbangan pada Progresivisme karena kepercayaan mereka pada demokrasi
dan penolakan terhadap sikap yang dogmatis, terutama dalam agama. Charles S.
Peirce mengemukakan teori tentang pikiran dan hal berfikir “pikiran
itu hanya berguna bagi manusia apabila pikiran itu bekerja yaitu memberikan
pengalaman (hasil) baginya. Fungsi berfikir adalah membiasakan manusia untuk
berbuat. Perasaan dan gerak jasmaniah adalah manifestasi dari aktifitas manusia
dan keduanya itu tidak dapat dipisahkan dari kegiatan berfikir.
B. Tokoh-tokoh aliran Filsafat
Progresivisme
Ada beberapa tokoh progresivisme yang berperan penting
dalam mengembangkan aliran ini, antara lain :
1. William James (1842 –1910)
William James seorang psychologist dan seorang filosuf
Amerika yang sangat terkenal. Paham dan ajarannya demikian pula kepribadiannya
sangat berpengaruh diberbagai negara Eropa dan Amerika. Meskipun demikian dia
sangat pandai berceramah dibidang filsafat, juga terkenal sebagai pendiri
Pragmatisme. James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek
dari eksistensi organik, harus mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan
hidup. Dan dia menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu dipelajari sebagai
bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam. Jadi James
menolong untuk membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi teologis, dan
menempatkannya di atas dasar ilmu perilaku. Buku karangannya yang berjudul
Principles of Psychology yang terbit tahun 1890 yang membahas dan mengembangkan
ide-ide tersebut, dengan cepat menjadi buku klasik dalam bidang itu, hal inilah
yang mengantar William James terkenal sebagai ahli filsafat Pragmatisme dan
Empirisme radikal.[12]
Demikian pula kepribadiannya sangat berpengaruh
diberbagai negara Eropa dan Amerika. Meskipun demikian dia sangat terkenal
dikalangan umum Amerika sebagai penulis yang sangat brilian, dosen serta penceramah
dibidang filsafat, juga terkenal sebagai pendiri Pragmatisme. James
berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari eksistensi
organik, harus mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan hidup. Dan dia
menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu dipelajari sebagai bagian dari
mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam. Jadi James menolong untuk
membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi teologis, dan menempatkannya di atas
dasar ilmu perilaku.[13]
2. John Dewey (1859 - 1952)
John Dewey adalah seorang profesor di universitas Chicago
dan Columbia (Amerika). Teori Dewey tentang sekolah adalah
"Progressivism" yang lebih menekankan pada anak didik dan minatnya
daripada mata pelajarannya sendiri. Maka muncullah "Child Centered
Curiculum", dan "Child Centered School". Progresivisme
mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang belum jelas, seperti
yang diungkapkan Dewey dalam bukunya "My Pedagogical Creed", bahwa
pendidikan adalah proses dari kehidupan dan bukan persiapan masa yang akan
datang. Dewey mengembangkan pragmatisme dalam bentuknya yang orisinil, tapi
meskipun demikian, namanya sering pula dihubungkan terutama sekali dengan versi
pemikiran yang disebut instrumentalisme. Adapun ide filsafatnya yang utama,
berkisar dalam hubungan dengan problema pendidikan yang konkret, baik teori
maupun praktik. reputasi (nama baik) internasionalnya terletak dalam sumbangan
pikirannya terhadap filsafat pendidikan Progressivisme Amerika.
Dewey tidak hanya berpengaruh dalam kalangan ahli
filsafat profesional, akan tetapi juga karena perkembangan idenya yang
fundamental dalam bidang ekonomi, hukum, antropologi, teori politik dan ilmu
jiwa. Dia adalah juru bicara yang sangat terkenal di Amerika Serikat dari
cara-cara kehidupan demokratis. Diantara karya-karya Dewey yang dianggap
penting adalah Freedom and Cultural, Art and Experience, The Quest of Certainty
Human Nature and Conduct (1922), Experience and Nature (1925), dan yang paling
fenomenal adalah Democracy and Education(1916).
3. Hans Vaihinger (1852-1933)
Hans Vaihinger berpendapat bahwa tahu itu hanya mempunyai
arti praktis. Persesuaian dengan obyeknya tidak mungkin dibuktikan;
satu-satunya ukuran bagi berpikir ialah gunanya (dalam bahasa Yunani Pragma)
untuk mempengaruhi kejadian-kejadian di dunia. Segala pengertian itu sebenarnya
buatan semata-mata; jika pengertian itu berguna. untuk menguasai dunia,
bolehlah dianggap benar, asal orang tahu saja bahwa kebenaran ini tidak lain
kecuali kekeliruan yang berguna saja.
C. Pandangan Filsafat Progresivisme tentang
Pendidikan
Dasar filosofis dari aliran progresivisme adalah Realisme
Spiritualistik dan Humanisme Baru. Realisme spiritualistik berkeyakinan bahwa
gerakan pendidikan progresif bersumber dari prinsip-prinsip spiritualistik dan
kreatif dari Froebel dan Montessori serta ilmu baru tentang perkembangan anak.
Sedangkan Humanisme baru menekankan pada penghargaan terhadap harkat dan
martabat manusia sebagai individu. Dengan demikian orientasinya
individualistik.[14]
Ada beberapa pandanagan filsafat progresivisme, antara
lain :
1. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan menurut pandangan aliran ini adalah
pendidikan harus memberikan keterampilan dan alat-alat yang bermanfaat untuk
berintraksi dengan lingkungan yang berada dalam proses perubahan secara terus
menerus. Yang dimaksud dengan alat-alat adalah keterampilan pemecahan masalah
yang dapat digunakkan individu untuk menentukan, menganalisis, dan memecahkan
masalah. Pendidikan bertujuan agar peserta didik memilki kemampuan memecahkan
berbagai masalah baru dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial, atau
dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar yang berada dalam proses
perubahan. Selain itu, pendidikan juga bertujuan membantu peserta didik untuk
menjadi warga negara yang demokratis.[15]
Proses belajar mengajar terpusatkan pada prilaku dan
disiplin diri.[16] Tujuan
keseluruhan pendidikan sendiri adalah melatih anak agar kelak dapat bekerja,
bekerja secara sistematis, mencintai kerja, dan bekerja dengan otak dan hati.
Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan harusnya merupakan pengembangan
sepenuhnya bakat dan minat setiap anak. Agar dapat bekerja siswa diharapkan memiliki
keterampilan, alat dan pengalaman sosial, dan memiliki pengalaman problem
solving.[17]
2. Kurikulum Pendidikan
Kalangan progresif menempatkan subjek didik pada titik
sumbu sekolah (child-centered). Mereka lalu berupaya mengembangkan kurikulum
dan metode pengajaran yang berpangkal pada kebutuhan, kepentingan, dan
inisiatif subjek didik. Jadi, ketertarikan anak adalah titik tolak bagi
pengalaman belajar. Imam Barnadib menyatakan bahwa kurikulum progresivisme
adalah kurikulum yang tidak beku dan dapat direvisi, sehingga yang cocok adalah
kurikulum yang berpusat pada pengalaman.[18]
Sains sosial sering dijadikan pusat pelajaran yang
digunakan dalam pengalaman-pengalaman siswa, dalam pemecahan masalah serta
dalam kegiatan proyek. Disini guru menggunakan ketertarikan alamiah anak untuk membantunya
belajar berbagai keterampilan yang akan mendukung anak menemukan kebutuhan dan keinginan
terbarunya. Akhirnya, ini akan membantu anak (subjek didik) mengembangkan keterampilan-keterampilan
pemecahan masalah dan membangun informasi yang dibutuhkan untuk menjalani
kehidupan sosial.[19]
Kurikulum disusun dengan pengalaman siswa, baik pengalaman pribadi maupun
pengalaman sosial, selain sosial sering dijadikan pusat pelajaran yang
digunakan dalam pengalaman-pengalaman siswa dan dalam pemecahan masalah serta
dalam kegiatan proyek[20]
Sekolah yang baik itu adalah sekolah yang dapat memberi
jaminan para siswanya selama belajar, maksudnya yaitu sekolah harus mampu
membantu dan menolong siswanya untuk tumbuh dan berkembang serta memberi
keleluasaan tempat untuk para siswanya dalam mengembangkan bakat dan minatnya
melalui bimbingan guru dan tanggung jawab kepala sekolah. Kurikulum dikatakan
baik apabila bersifat fleksibel dan eksperimental (pengalaman) dan memiliki
keuntungan-keuntungan untuk diperiksa setiap saat. Sikap progressvisme,
memandang segala sesuatu berasaskan fleksibilitas, dinamika dan sifat-sifat
yang sejenis, tercermin dalam pandangannya mengenai kurikulum sebagai
pengalaman yang edukatif, bersifat eksperimental dan adanya rencana dan susunan
yang teratur. Menurut Progresivisme, Kurikulum
hendaknya :
- Tidak universal melainkan berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang ada
- Disesuaikan dengan sifat-sifat peserta didik (minat, bakat, dan kebutuhan setiap peserta didik) atau chil centered.
- Berbasis pada masyarakat.
- Bersifat fleksibel dan dapat berubah atau direvisi.
3. Metode Pendidikan
Metode pendidikan yang biasanya dipergunakan oleh aliran
progresivisme diantaranya adalah :
·
Metode
Pendidikan Aktif, Pendidikan progresif lebih berupa penyediaan lingkungan dan
fasilitas yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar secara bebas pada
setiap anak untuk mengembangkan bakat dan minatnya.
·
Metode
Memonitor Kegiatan Belajar, Mengikuti proses kegiatan anak belajar sendiri,
sambil memberikan bantuan-bantuan apabila diperlukan yang sifatnya memperlancar
berlangsung kegiatan belajar tersebut.
·
Metode
Penelitian Ilmiah, Pendidikan progresif merintis digunakannya metode penelitian
ilmiah yang tertuju pada penyusunan konsep.
·
Pemerintahan
Pelajar, Pendidikan progresif memperkenalkan pemerintahan pelejar dalam
kehidupan sekolah dalam rangka demokratisasi dalam kehidupan sekolah.
·
Kerjasama
Sekolah Dengan Keluarga, Pendidikan Progresif mengupayakan adanya kerjasama
antara sekolah dengan keluarga dalam rangka menciptakan kesempatan yang
seluas-luasnya bagi anak untuk mengekspresikan secara alamiah semua minat dan
kegiatan yang diperlukan anak.
·
Sekolah
Sebagai Laboratorium Pembaharuan Pendidikan, Sekolah tidak hanya tempat untuk
belajar, tetapi berperanan pula sebagai laboratoriun dan pengembangan gagasan
baru pendidikan.[21]
4. Pendidikan
Progrisivisme di dasarkan pada keyakinan bahwa pendidikan
harus terpusat pada anak bukanlah memfokuskan pada guru atau bidang muatan.[22] Menurut progresivisme, pendidikan selalu
dalam proses perkembangan dan sebagai suatu rekonstruksi pengalaman yang
terus-menerus. Progresivisme menekankan enam prinsip mengenai pendidikan dan
belajar, yaitu :
·
Pendidikan
seharusnya adalah hidup itu sendiri, bukan persiapan untuk kehidupan.
·
Belajar
harus langsung berhubungan dengan minat anak.
·
Belajar
melalui pemecahan masalah hendaknya diutamakan daripada pemberian bahan
pelajaran.
·
Guru
berperan sebagai pemberi advise, bukan untuk mengarahkan.
·
Sekolah
harus menggerakkan kerjasama daripada kompetensi.
·
Demokrasilah
satu-satunya yang memberi tempat dan menggerakkan pribadi-pribadi saling tukar
menukar ide secara bebas, yang diperlukan untuk pertumbuhan sesungguhnya.
5. Pelajar
Kaum progresif menganggap subjek-subjek didik adalah
aktif, bukan pasif, sekolah adalah dunia kecil (miniatur) masyarakat besar,
aktifitas ruang kelas difokuskan pada praktik pemecahan masalah, serta atmosfer
sekolah diarahkan pada situasi yang kooperatif dan demokratis. Mereka menganut
prinsip pendidikan perpusat pada anak (child-centered). Mereka menganggap bahwa
anak itu unik. Anak adalah anak yang sangat berbeda dengan orang dewasa. Anak
mempunyai alur pemikiran sendiri, mempunyai keinginan sendiri, mempunyai harapan-harapan
dan kecemasan sendiri yang berbeda dengan orang dewasa.[23]
6. Pengajar (guru)
Guru dalam melakukan tugasnya mempunyai peranan sebagai :
·
Fasilitator,
orang yang menyediakan diri untuk memberikna jalan kelancaran proses belajar
sendiri siswa.
·
Motivator,
orang yang mampu membangkitkan minat siswa untuk terus giat belajar sendiri.
·
Konselor,
orang yang membantu siswa menemukan dan mengatasi sendiri masalah-masalah yang
dihadapi oleh setiap siswa. Dengan demikian guru perlu mempunyai pemahaman yang
baik tentang karakteristik siswa, dan teknik-teknik memimpin perkembangan
siswa, serta kecintaan pada anak agar dapat menjalankan peranannya dengan baik.[24]
D. Pandangan Umum Filsafat Progresivisme
1. Pandangan secara Ontologi
Asal Hereby atau asal keduniawian, adanya kehidupan
realita yang amat luas tidak terbatas, sebab kenyataan alam semesta adalah
kenyataan dalam kehidupan manusia. Pengalaman adalah kunci pengertian manusia
atas segala sesuatu, pengalaman manusia tentang penderitaan, kesedihan,
kegembiraan, keindahan dan lain-lain adalah realita manusia hidup sampai mati,
Pengalaman adalah suatu sumber evolusi, yang berarti perkembangan, maju setapak
demi setapak mulai dari yang mudah-mudah menerobos kepada yang sulit-sulit
(proses perkembangan yang lama).
Pengalaman adalah perjuangan, sebab hidup adalah tindakan
dan perubahan-perubahan. Manusia akan tetap hidup berkembang, jika ia mampu
mengatasi perjuangan, perubahan dan berani bertindak. Ontology progresivisme
mengandung pengertian dan kualitas evolusionistis yang kuat, Pengalaman
diartikan sebagai ciri dinamika hidup, dan hidup adalah perjuangan tindakan dan
perbuatan. Sifat-sifat pengalaman :
·
Pengalaman
itu dinamis adalah dalam kehidupan terjadi perubahan yang terjadi terus
menerus.
·
Pengalaman
itu temporal adalah terjadi perubahan dan perbedaan pengalaman dari waktu
kewaktu.
·
Pengalaman
itu spatial adalah terjadi disuatu tempat dalam lingkungan manusia.
·
Pengalaman
itu pluralistis yaitu pengalaman itu terjadi seluas adanya interaksi sedalam
individu terlibat.[25]
2. Pandangan secara Epistemologi
Pengetahuan adalah informasi, fakta, hukum prinsip,
proses, kekuasaan yang terakumulasi dalam pribadi sebagai hasil proses
interaksi pengalaman. Pengetahuan diperoleh manusia baik seeara langsung
melalui pengalaman dan kontak dengan segala realita dalam lingkun hidupnya,
ataupun pengetahuan diperoleh langsung melalui catatan (buku-buku,
kepustakaan). Pengetahuan adalah hasil aktivitas tertentu. Epistimologi
mengkaji tentang teori-teori pengetahuan, menangani persoalan tentang sifat
dasar pengetahuan manusi.[26]
Makin sering kita menghadapi tuntutan lingkungan dan makin banyak pengalaman
kita dalam praktek, maka makin besar persiapan menghadapi tuntutan masa depan.
Pengetahuan harus disesuaikan dimodifikasi dengan realita baru di dalam
lingkungan. Kebenaran dan kemampuan suatu ide memecahkan masalah, kebenaran
adalah (sekuen dan pada sesuatu ide, realita pengetahuan dan daya guna.
Ada tiga hal yang dibicarakan dalam Epistimologi Filsafat
yaitu :
·
Objek
filsafat (yang dipikirkan)
·
Cara
memperoleh pengetahuan filsafat
·
Ukuran
kebenaran (pengetahuan ) filsafat.
Ø Objek Filsafat
Tujuan berfilsafat adalah menemukan kebenaran yang
sebenarnya, yang terdalam. Susunan hasil pemikiran disebut Sistematika Filsafat
atau Struktur Filsafat yang terdiri atas ontologi, epistimologi, dan
aksiologi. Isi setiap cabang filsafat
ditentukan oleh objek apa yang diteliti (dipikirkan). Jika memikirkan
pendidikan, jadilah filsafat pendidikan, dan seterusnya. Objek penelitian
filsafat lebih luas dari objek penelitian sain sebab filsafat meneliti objek
yang Ada dan mungkin ada.
Ø Cara Memperoleh Pengetahuan Filsafat
Berfilsafat ialah berfirkir, dan berfikir itu menggunakan
akal. Dari sini timbul masalah apa
itu“akal“. Akal ini diperdebatkan oleh ahli akal (Locke,Voltaire, Will Durant, David
Hume,dan sebagainya dan orang –orang yang secara intesif mengunakan
akalnya.Untuk itu mereka menerima bahwa “bahwa akal itu ada”, dan ia bekerja
berdasarkan suatu cara yang tidak begitu kita kenal. Aturan kerjanyadisebut “
logika “. Sejauh akal itu bekerja menurut aturan logika, agaknya kita dapat
menerima kebenarannya. Kerja akal yaitu berfikir mendalam, menghasilkan
filsafat.
Ø Ukuran Kebenaran Pengetahuan Filsafat
Pengetahuan filsafat merupakan pengetahuan yang logis. Ukuran kebenaran
filsafat ialah logis tidaknya pengetahuan itu. Bila logis benar, bila tidak
logis, salah. Ukuran logis tidaknya terlihat pada argumen yang menghasilkan kesimpulan
(teori). Argumen menjadi kesatuan dengan
konklusi, dan konklusi ini disebut teori filsafat. Bobot teori filsa fat
terletak pada kekuatan argumen, maka diterima pendapat yang mengatakan bahwa
filsafat itu argumen. Kebenaran konklusi ditentukan 100% oleh argumen.
3. Pandangan secara Aksiologi
Nilai timbul karena manusia mempunyai bahasa, dengan
demikian adanya pergaulan. Masyarakat menjadi wadah timbulnya nilai-nilai.
Bahasa adalah sarana ekspresi yang berasal dari dorongan, kehendak, perasaan,
kecerdasan dari individu-individu. Nilai itu benar atau salah, baik atau buruk
dapat dikatakan adalah menunjukkan kecocokan dengan hasil pengujian yang
dialami manusia dalam pergaulan manusia.
4. Pandangan dari Sudut Budaya
Kebudayaan sebagai hasil budi manusia, dalam berbagai
bentuk dan manifestasinya, dikenal sepanjang sejarah sebagai milik manusia yang
tidak kaku, melainkan selalu berkembang dan berubah. Filsafat progresivisme
menganggap bahwa pendidikan telah mampu merubah dan membina manusia untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan kultural dan tantangan zaman,
sekaligus menolong manusia menghadapi transisi antara zaman tradisional untuk
memasuki zaman modern (progresif).
Manusia sebagai makhluk berakal dan berbudaya selalu
berupaya untuk mengadakan perubahan-perubahan. Dengan sifatnya yang kreatif dan
dinamis manusia terus berevolusi meningkatkan kualitas hidup yang semakin terus
maju. Kenyataan menunjukkan bahwa pada zaman purbakala manusia hidup di
pohon-pohon atau gua-gua. Hidupnya hanya bergantung dengan alam. Alamlah yang
mengendalikan manusia. Dengan sifatnya yang tidak iddle curiousity (rasa
keingintahuan yang terus berkembang) makin lama daya rasa, cipta dan karsanya
telah dapat mengubah alam menjadi sesuatu yang berguna. Alamlah yang
dikendalikan oleh manusia. Hidup manusia tidak lagi di pohon-pohon atau
gua-gua, akan tetapi dengan potensi akalnya manusia telah membangun
gedung-gedung yang menjulang tinggi, rumah-rumah mewah.
Filsafat progresivisme yang memiliki konsep manusia
memiliki kemampuan-kemampuan yang dapat memecahkan problematika hidupnya, telah
mempengaruhi pendidikan, di mana dengan pembaharuan-pembaharuan pendidikan
telah dapat mempengaruhi manusia untuk maju (progress). Sehingga semakin tinggi
tingkat berpikirnya manusia maka semakin tinggi pula tingkat budaya dan peradaban
manusia. Akibatnya anak-anak tumbuh menjadi dewasa, masyarakat yang sederhana
dan terbelakang menjadi masyarakat yang komplek dan maju.[27]
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Progresivisme adalah suatu gerakan
dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang
benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau
bidang muatan. Gerakan Progresivisme ini sangat berpengaruh dalam pendidikan
bangsa Amerika pada permulaan abad ke-20.
Progresivisme memberikan perlawanan terhadap formalisme yang berlebihan dan
membosankan dari sekolah atau pendidikan yang tradisional. Contoh:
Progresivisme menolak pendidikan yang bersifat otoriter, menolak penekanan atas
disiplin yang keras, menolak cara-cara belajar yang bersifat pasif, menolak
konsep dan cara-cara pendidikan yang hanya berperan untuk mentransfer
kebudayaan mastarakat kepada generasi muda, dan berbagai hal lainnya yang dipandang
tidak berarti.
Dari paparan makalah
diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Progresivisme adalah gerakan pendidikan yang
mengutamakan penyelenggaraan pendidikan disekolah berpusat pada anak (child
centered), sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang berpusat pada
guru (teacher-centered) atau bahan pelajaran (subject-centered). Progresivisme
menghendaki pendidikan yang pada hakikatnya progresif. Tujuan pendidikan
hendaknya diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang terus-menerus, agar
peserta didik dapat berbuat sesuatu yang inteligen dan mampu mengadakan
penyesuaian dan pennyesuaian kembali sesuai dengan tuntutan dari lingkungan.
2. Meskipun Progresivisme dianggap sebagai
aliran pikiran yang baru muncul dengan jelas pada pertengahan abad ke-19, akan
tetapi garis perkembangannya dapat ditarik jauh kebelakang sampai pada zaman Yunani
purba yaitu melalui pemikiran-pemikiran Hiraclitus, Socrates, Protagoras, dan
Aristoteles. Kemudian sejak abad ke-16, Francis Bacon, John Locke, Rousseau,
Kant, dan Hegel dapat disebut sebagai penyumbang pikiran-pikiran munculnya
aliran Progresivisme. Sedangkan pada abad ke- 19 dan ke-20, tokoh-tokoh Progresivisme
banyak terdapat di Amerika Serikat diantaranya adalah Thomas Paine, Thomas
Jefferson, Charles S. Peirce.
3. Progresivisme berpandangan bahwa tujuan
keseluruhan pendidikan adalah melatih anak agar kelak dapat bekerja, bekerja
secara sistematis, mencintai kerja, dan bekerja dengan otak dan hati. Mereka
berupaya mengembangkan kurikulum dan metode pengajaran yang berpangkal pada
kebutuhan, kepentingan, dan inisiatif subjek didik. Metode pendidikan yang
biasa mereka pergunakan diantaranya adalah; Metode Pendidikan Aktif, Metode
Memonitor Kegiatan Belajar, Metode Penelitian Ilmiah, Pemerintahan Pelajar,
Kerjasama Sekolah Dengan Keluarga, Sekolah Sebagai Laboratorium Pembaharuan.
Mereka menganut prinsip pendidikan perpusat pada anak (child-centered). Guru
dalam melakukan tugasnya mempunyai peranan sebagai Motivator, Fasilitator, dan
Konselor.
B. Kritik dan Saran
Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat
bermanfaat bagi kita semua umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya dari
Allah, dan yang buruk datangnya dari kami. Dan kami sedar bahwa makalah kami
ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi
kami harafkan saran dan kritik nya yang bersifat membangun, untuk perbaikan
makalah-makalah selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Drs. Usiono, M.A, pengantar filsafat
pendidikan, Jakarta : Hijri Pustaka Utama, 2006.
2. Imam, Barnadib, Filsafat Pendidikan,
Sistem Dan Metode, Yogyakarta : Andi Offset, 1988.
3. Ali, Mudhofir, 1988, Kamus Teori dan
Aliran dalam Filsafat, Yogyakarta : Liberty, 1990.
4. TIM Pengajar UNIMED, Filsafat
Pendidikan, Medan, 2011.
5. Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam,
Jakarta : Bumi Aksara, 1994.
6. Muhaimin, Wacana Pengembangan
Pendidikan Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004.
7. Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan
Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 2008.
8. Redja Mudyahardjo, Pengantar
Pendidikan, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006.
9. Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat
Pendidikan, Bandung : Alfabeta, 2003.
[1] Drs. Usiono, M.A, pengantar filsafat pendidikan, Jakarta :
Hijri Pustaka Utama, 2006. Hal 44
[2]Imam, Barnadib, Filsafat Pendidikan, Sistem Dan Metode, Yogyakarta
: Andi Offset, 1988. Hal 28
[3] Ali, Mudhofir, 1988, Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat,
Yogyakarta : Liberty, 1990. Hal 146
[4] TIM Pengajar UNIMED, Filsafat Pendidikan, Medan, 2011, hal 32
[5] Drs. Usiono, M.A, Pengantar Filsafat Pendidikan, Jakarta :
Hijri Pustaka Utama, 2006. Hal 142
[6] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara,
1994. Hal 20.
[7] Ibid, hal 24
[8] Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2004, hal 41
[9] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara,
1994. Hal 20
[10] Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi
Aksara, 2008. Hal 22
[11] Ibid. Hal 22-23
[12] http://sataaswelputra.blogspot.com/2011/02/aliran-filsafat-progresivisme.html
[13] http://www.kompas.com/kompas-cetak/0402/04/Bentara/824931.htm
[14] Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2006. Hal 144
[15] http://sataaswelputra.blogspot.com/2011/02/aliran-filsafat-progresivisme.html
[16] Drs. Usiono, M.A, Pengantar Filsafat Pendidikan, Jakarta :
Hijri Pustaka Utama, 2006. Hal 145
[17] Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2006. Hal 145
[18] Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta : Andi Offset,
1997. Hal 36
[19] Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung : Alfabeta,
2003. Hal 148
[20] Drs. Usiono, M.A, Pengantar Filsafat Pendidikan, Jakarta :
Hijri Pustaka Utama, 2006. Hal 146
[21] Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2006. Hal 146
[22] Drs. Usiono, M.A, Pengantar Filsafat Pendidikan, Jakarta :
Hijri Pustaka Utama, 2006. Hal 144
[23] Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2006. Hal 146-147
[24] Ibid. Hal 147
[25]
http://mukhliscaniago.wordpress.com/2010/12/13/aliran-filsafat-pendidikan-progresivisme/
[26] Drs. Usiono, M.A, Pengantar
Filsafat Pendidikan, Jakarta : Hijri Pustaka Utama, 2006. Hal 58
Tidak ada komentar:
Posting Komentar